Mengenal Populisme Politik di Indonesia

Lahirnya gerakan poliitk bernama relawan menimbulkan dampak yang saat ini cukup terasa yaitu lahirnya politik identitas dan polarisasi. Salah satu dampaknya adalah lahir suburnya populisme politik di Indonesia yaitu pendekatan politik yang dengan sengaja menyebut kepentingan “rakyat” yang sering kali dilawankan dengan kepentingan suatu kelompok yang disebut “elit”.

Dikutip dari laman resmi muhammadiyah.or.id, pengamat politik, Burhanuddin, menguraikan  apa itu populisme politik dan praktiknya di Indonesia.

Menurut Burhanuddin Muhtadi, populisme politik adalah sebuah metode pendekatan politik yang bertujuan untuk menarik dukungan dari masyarakat yang merasa aspirasinya tidak didengar oleh pemerintah. Dimana hal ini dapat mengarah kepada politik identitas yang syarat terjadi di Indonesia. Hal ini ia sampaikan dalam acara Seminar Pra Muktamar dan ‘Aisyiyah ke-48, di Universitas Muhammadiyah Magelang (UNIMA), Senin (23/5/2022),

Burhanuddin juga mengungkapkan populisme membuat masyarakat tidak rasional, populisme adalah penyakit bagi demokrasi karena kaum populis cenderung melakukan manipulasi narasi demi kepentingan politik elektoral sesaat.

“Populisme bisa muncul di banyak tempat, baik di masyarakat demokrasi atau non-demokrasi. Dalam kasus di Indonesia, termasuk di banyak negara, populisme itu memanfaatkan majoratianisme.

“Di Indonesia yang kebetulan mayoritas Islam, populisme selalu berkelindan dengan politik identitas. Karena identitas mayoritas itulah yang dianggap pas dengan semangat mereka yang paling menyuarakan masyarakat banyak,” ungkap Burhanuddin, yang dikutip dalam muhammadiyah.or.id.

Populisme juga hampir selalu bersifat eksklusif dan memiliki retorika yang sifatnya intoleran, rasis, dan xenopobia untuk mengeliminasi tudingan mereka terhadap kelompok-kelompok yang dianggap tidak sesuai dengan agenda politik mereka.

Di akhir, Burhanuddin berharap Muhammadiyah kedepan untuk terus menyuarakan moderasi meskipun pendapat itu tidak populer karena mayoritas masyarakat telah tercebur dalam doktrin populisme.

“Di sini peran elit termasuk Pimpinan Muhammadiyah adalah jangan larut dalam emosi masyarakat, kita harus mencerdaskan umat. Jadi umat itu harus diberitahu apa yang terjadi meskipun itu tidak populer. Jebakan bagi politisi dan tokoh agama adalah karena mereka takut tidak populer,” pungkasnya.